Empat Perkara Untuk Menjaga Kesehatan Hati
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary
Empat Perkara Untuk Menjaga Kesehatan Hati merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mendidik Anak Tanpa Amarah. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 21 Dzul Qa’dah 1443 H / 21 Juni 2022 M.
Empat Perkara Untuk Menjaga Kesehatan Hati
Pada kesempatan yang lalu telah kita jelaskan bahwa menahan amarah itu berkaitan kesehatan dan kehidupan hati. Ketika hati gersang, berpenyakit, lemah atau mati, maka menahan amarah ini merupakan salah satu perkara yang berat. Kita tidak mampu menahan amarah karena ada sesuatu pada hati kita. Mungkin hati kita berpenyakit, mungkin hati kita gersang, mungkin hati kita tertelungkup, mungkin hati kita mati.
Maka perhatikanlah kehidupan hati, itu akan memudahkan kita untuk dapat melaksanakan salah satu perintah Nabi:
لاَ تَغْضَبْ
“Jangan marah.”
Lihat juga: Hadits Arbain ke 16 – Hadits Larangan Marah
Perlu kekuatan untuk dapat melakukannya. Bukan kekuatan otot, tapi kekuatan hati. Maka berikut ini kita akan jelaskan empat perkara yang harus kita perhatikan untuk menjaga kesehatan hati.
1. Memberikan makanan dan asupan gizi yang dibutuhkan hati
Makanan dan asupan gizi yang dibutuhkan hati yaitu mempelajari ilmu yang bermanfaat. Inilah makanan hati, yaitu ilmu yang bersumber dari kitabullah dan sunnah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dengan ini hati akan mendapatkan kesehatan dan menjadi kuat. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ketahuilah dengan mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala hati akan tenang.” (QS. Ar-Ra’d[13]: 28)
Berilah asupan gizi berupa ilmu yang bermanfaat ini. Maka dari itu salah satu doa yang selalu dibaca Nabi ketika pagi hari setelah shalat subuh adalah:
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
“Ya Allah aku memohon kepadamu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang baik dan amal yang diterima.”
Lihat juga: Bacaan Dzikir Pagi – Meminta Ilmu, Rezeki dan Amal
Di sini ada dua kebutuhan pokok manusia; rohani dan jasmaninya. Ilmu yang bermanfaat adalah makanan rohani/hati. Sedangkan rezeki yang baik/halal adalah makanan jasmani.
Tiada hari tanpa ilmu, itu motto seorang mukmin. Setiap hari harus ilmu yang bermanfaat yang dia dapatkan. Bukan hanya di majelis ilmu, tapi dia bisa membaca Al-Qur’an, membaca buku-buku Islam, bisa mendengarkan nasihat, bisa dzikrullah, ini akan menghidupkan hatinya.
Maka perhatikan asupan gizi bagi hati kita. Kalau tidak maka hati akan kurus kering kerontang, hati yang mati dan gersang, hati yang tidak dipenuhi dengan cahaya dua wahyu (Al-Qur’an dan hadits).
2. Melatih diri melakukan ketaatan ketaatan
Agar hati tetap bugar yaitu dengan melatih diri melakukan ketaatan-ketaatan dan ibadah-ibadah. Ini namanya riyadhatul qulub (latihan hati). Seperti kata Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
إِنَّمَا الْحِلْمُ بِالتَّحَلُّمِ
“Sesungguhnya kesantunan itu dapat kita raih dengan melatih diri untuk santun.”
وَمَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ اللَّهُ
“Barangsiapa yang melatih diri untuk sabar, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberikan kesabaran kepadanya.”
Artinya hati juga perlu dilatih. Dilatih sabar, tawakal, ikhlas. Hingga semakin lama amalan kita semakin ikhlas. Karena ikhlas juga memiliki tingkatan. Ketika sering dilatih maka seseorang bisa mencapai tingkat keikhlasan tertinggi, yaitu ihsan.
Tidak lantas hari ini kita berazam sabar lalu hari ini juga kita berada dipuncak kesabaran. Demikian juga hati yang santun, ini semua butuh latihan.
Menit ke-14:11 Latihan itu yang penting adalah konsistensinya. Kalau kita lihat seorang atlet yang juara, sebabnya adalah karena latihannya yang terus-menerus, bukan sekali latihan dijamak semuanya kemudian dia bisa berprestasi. Tapi dia melakukan pola latihan yang benar, yaitu dia melakukan latihan terus-menerus berkesinambungan.
Demikian juga latihan hati perlu dengan melakukan ketaatan yang berkesinambungan. Maka dari Nabi mengatakan di dalam hadits:
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” (HR. Muslim)
Demikian itu sifat latihan, terus-menerus. Tidak bisa sekali latihan diporsir sampai pingsan. Seseorang tidak akan mendapatkan hasil dari latihan seperti itu. Justru mungkin dia akan cedera dan lain sebagainya. Karena latihannya tidak mengikuti pola dan tidak berkesinambungan.
Jadi perlu kontinuitas dalam mengerjakan ketaatan untuk melatih hati.
3. Menyembuhkan hati dari berbagai macam penyakit
Hati juga rentan terkena penyakit. Ada berbagai macam penyakit-penyakit hati yang disebabkan oleh dosa. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits bahwa dosa dan maksiat ini akan menitikkan satu titik hitam pada hati seseorang. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ
“Apabila seorang hamba melakukan suatu dosa, maka dititikkan dalam hatinya sebuah titik hitam.
فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ
“Jika dia meninggalkan dosa itu, minta ampun dan beratubat, maka hatinya dibersihkan lagi.”
وَإِنْ عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ)
“Jika dia kembali melakukan dosa ditambahkan lagi titik hitam tersebut, sampai titik hitam itu menutupi hatinya, itulah dia ‘ar-raana’ yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan di dalam kitabNya: ‘Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang mereka lakukan itu menutupi hatinya.’” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Ahmad)
Yang menjadi masalah adalah siapa yang tidak berbuat dosa? Artinya pasti ada bintik hitam itu di hati kita. Jangan merasa hati kita bersih tanpa bintiknya. Maka tugas kita adalah menyembuhkan hati dari berbagai macam penyakit. Walaupun hati yang sudah dipenuhi titik hitam walaupun dihapus pasti menyisakan buram padanya.
Sehingga yang terbaik adalah berusaha sekuat tenaga agar jangan sampai bintik hitam itu menutupi hati. Maka tugas kita disamping memenuhi gizi hati adalah menyembuhkannya dari berbagai macam penyakit.
Ketika kita susah menahan amarah, emosional, tempramental, tidak bisa sabar, maka periksa hati. Pasti ada penyakit di situ. Jangan-jangan hati itu sudah ditutupi rona, sehingga hati itu mati dan tidak bisa merefleksikan bayangan benda yang ada di depannya. Dia bukan cermin lagi. Dia seperti dinding hitam sehingga semuanya terlihat buruk.
Tentunya di sini kita harus bisa mendiagnosa penyakit hati kita. Tempatnya di majelis ilmu, mendengarkan ilmu, bergaul dengan para ulama, bertanya kepada mereka. Maka Nabi mengatakan:
أَلَا سَأَلُوا إِذْ لَمْ يَعْلَمُوا فَإِنَّمَا شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالُ
“Tidakkah mereka bertanya apabila mereka tidak mengetahuinya, karena obat dari kejahilan adalah bertanya.” (HR. Abu Dawud)
4. Mewaspadai faktor eksternal
Orang yang selalu memasang telinganya untuk mendengarkan syubhat, maka hatinya akan berpenyakit. Maka dari itu para ulama Salaf dahulu seperti Al-Imam Adz-Dzahabi menukil dari Sufyan Ats-Tsauri, bahwa seluruh ulama dahulu selalu berpesan kepada murid-muridnya:
أن القلوب ضعيفه والشبه خطافه
“Hati itu lemah, sementara syubahat itu cepat sekali sambarannya.”
Hati lemah karena kita sering lalai memberikan asupan gizi kepadanya dan jarang melatihnya.
Bagaimana kajian lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajiannya.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/51829-empat-perkara-untuk-menjaga-kesehatan-hati/